LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

Posted by HALIMAN on Senin, 23 Juni 2014



Salah satu tujuan membentuk Negara Indonesia yang dilakukan oleh para pendiri bangsa (the founding father) adalah sebagaimana yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yang berbunyi “…..untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka …..”. Dari rumusan tersebut di atas, dapat kita simak bahwa para pendiri bangsa (the founding father) pada waktu itu dan selama bangsa dan Negara Indonesia ada menginginkan Negara dan bangsa Indonesia berada dalam kondisi yang terlindungi, tercapai kesejahteraannya, cerdas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tertib dalam pergaulan antarabangsa, serta damai dan berkeadilan sosial bagi segenap bangsanya.
           
Dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, upaya untuk mencapai keinginan tersebut di atas mengalami pasang surut. Berbagai hambatan dari tahun ke tahun tak lepas dalam upaya mewujudkannya. Dapat kita sebut satu persatu, misalnya kehidupan multi partai pada jaman orde lama yang mengarah kepada disintegrasi bangsa, pemberontakan PKI tahun 1965, sampai kepada timbulnya krisis moneter pada tahun 1998 yang menghancurkan sendi-sendi perekonomian bangsa. Perekonomian bangsa sangat rapuh, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat merosot sampai kepada nilai Rp16.000,. Krisis diikuti dengan krisis lainnya. Moral bangsa menjadi rapuh dan runtuh. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah merosot drastis. Mahasiswa melakukan demonstrasi menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
            Krisis moral ini berlanjut hingga saat ini. Berbagai penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh aparatur negara, masyarakat dunia usaha, sampai kepada kaum pelajar yang merupakan generasi penerus bangsa untuk mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Korupsi merajalela dalam skala kecil mapun skala besar. Yang dilakukan pejabat negara sekelas menteri, atau oknum anggota legislatif sudah menjadi hal biasa yang kita baca dan kita dengar di media massa. Seolah-olah tiada hari tanpa berita penyimpangan perilaku tersebut. Bahkan menurut data yang bersumber dari Litbang Kompas terdapat 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI, Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM (http://www.pendidikankarakter.com)
            Di kalangan pelajar pun terjadi krisis penyimpangan moral yang sangat mengkhawatirkan kita. Berbagai penyimpangan terjadi mulai tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan atas. Tawuran antar pelajar yang banyak memakan korban jiwa masih terus berlanjut. Media massa dengan gencarnya melakukan pemberitaan kasus ini. Berdasarkan pencatatan Komisi Nasional Perlindungan Anak sudah terjadi 147 kasus tawuran dengan menelan korban jiwa sebanyak 82 anak (www.megapolitan.com).
            Selain persoalan tawuran antarpelajar yang dihadapi para pelajar, masalah penyimpangan moral lainnya tidak mau lepas dari para generasi penerus ini. Dapat kita sebut misalnya, penggunaan narkoba di kalangan pelajar, prostitusi terselubung, bolos sekolah, pornografi, bergaya hidup mewah, rendahnya daya saing, dan lain sebagainya permasalahan yang mesti dituntaskan oleh pihak eksekutif umumnya dan pihak penyelenggara pendidikan khususnya.
             Namum, kita masih dapat bersyukur. Di tengah krisis moral yang dihadapi oleh para pelajar penerus bangsa, pemerintah masih memikirkan bagaimana upaya untuk menghentikan perilaku yang menyimpang tesebut. Walaupun masih perlu waktu panjang dan terus dilakukan perjuangan untuk memberantas perilaku penyimpangan tersebut. Keseriusan tersebut dibuktikan dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam UU tersebut pada Bab II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:
a.         Pasal 2: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara             Republik Indonesia Tahun 1945.
b.        Pasal 3:  Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
  
            Pada pasal 3 tersebut di atas telah tersurat bahwa pendidikan di negara kita memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Artinya negara melalui sistem pendidikan nasional menghendaki warga negaranya memiliki karakter yang kuat, karakter yang berciri khas bangsa dan Negara Indonesia. Upaya penanaman karakter bangsa yang kuat dilakukan tidak sepenggal-sepenggal. Artinya penanaman karakter bangsa melalui system pendidikan nasional dilakukan mulai dari tingkat yang paling mendasar, yaitu pendidikan anak usia dini (PAUD). Penanaman karakter dalam bentuk peningkatan kecerdasan spiritual, emosional dan sosial menjadi sesuatu yang amat penting bagi anak usia dini. Menurut Prof. Arif Rahman Hakim sebagaimana yang ditulis oleh Hasan (2012:88) bahwa pendidikan karakter berguna sebagai benteng bagi diri seorang anak terutama dalam menghadapi era globalisasi.
              Menyadari tanggung jawab yang diamanahkan oleh negara melalui UU Sisdiknas tersebut, Departemen Pendidikan Nasional (Sujiono, 2009:50-51) berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 051/O/2001 membentuk Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Direktorat ini dibentuk sebagai upaya pemerintah untuk memajukan dan meratakan dan meratakan penyebaran PAUD agar lebih terkonsentrasi. Tindakan ini dilakukan pemerintah karena PAUD jalur formal yang dilakukan oleh taman kanak-kanak (TK) dan raudhatul athfal (RA) hanya memberikan layanan pendidikan yang sangat terbatas kepada anak usia dini yang berusia 4 sampai dengan 6 tahun. Keterbatasan tersebut disebabkan karena terbatasnya jumlah lembaga taman kanak-kanak (TK) maupun raudhatul athfal (RA), keterbatasan pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat, serta terbatasnya kemampuan ekonomi masyarakat untuk menikmati layanan pendidikan di lembaga tersebut.
            Menurut Haliman (2012:2) Direktorat PAUD yang  baru dibentuk tersebut  akan memberikan layanan pendidikan anak usia dini khusus pada jalur pendidikan non formal. Layanan pendidikan anak usia dini jalaur ini akan bersinergi dengan layanan pendidikan anak usia dini yang sudah terdapat di lingkungan sekitar. Misalnya dengan bina keluarga balita (BKB), taman kanak-kanak (TK) atau layanan pendidikan anak usia dini yang diberikan melalui pos pelayanan terpadu (Posyandu). Dalam realitanya Direktorat PAUD tersebut mampu memberikan layanan pendidikan anak usia dini sampai ke pelosok negeri dengan segala tingkatan ekonomi masyarakat serta dapat dimulai pada anak usia 3 bulan. Dengan demikian, pendidikan karakter sebagaimana yang tersurat di dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dapat diberikan lebih awal kepada anak bangsa.

Blog, Updated at: 08.46

0 komentar:

Posting Komentar

TRANSLATE

Diberdayakan oleh Blogger.