Salah satu tujuan membentuk Negara Indonesia yang dilakukan
oleh para pendiri bangsa (the founding
father) adalah sebagaimana yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 pada
alinea keempat yang berbunyi “…..untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka …..”.
Dari rumusan tersebut di atas, dapat kita simak bahwa para pendiri bangsa (the founding father) pada waktu itu dan
selama bangsa dan Negara Indonesia ada menginginkan Negara dan bangsa Indonesia
berada dalam kondisi yang terlindungi, tercapai kesejahteraannya, cerdas dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, tertib dalam pergaulan antarabangsa, serta
damai dan berkeadilan sosial bagi segenap bangsanya.
Krisis
moral ini berlanjut hingga saat ini. Berbagai penyimpangan perilaku yang
dilakukan oleh aparatur negara, masyarakat dunia usaha, sampai kepada kaum
pelajar yang merupakan generasi penerus bangsa untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Korupsi merajalela dalam skala kecil mapun
skala besar. Yang dilakukan pejabat negara sekelas menteri, atau oknum anggota legislatif
sudah menjadi hal biasa yang kita baca dan kita dengar di media massa.
Seolah-olah tiada hari tanpa berita penyimpangan perilaku tersebut. Bahkan
menurut data yang bersumber dari Litbang Kompas terdapat 158 kepala daerah tersangkut korupsi
sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011,
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI, Kasus
korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan
BKPM (http://www.pendidikankarakter.com)
Di kalangan
pelajar pun terjadi krisis penyimpangan moral yang sangat mengkhawatirkan kita.
Berbagai penyimpangan terjadi mulai tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah
lanjutan atas. Tawuran antar pelajar yang banyak memakan korban jiwa masih
terus berlanjut. Media massa dengan gencarnya melakukan pemberitaan kasus ini.
Berdasarkan pencatatan Komisi Nasional Perlindungan Anak sudah terjadi 147
kasus tawuran dengan menelan korban jiwa sebanyak 82 anak (www.megapolitan.com).
Selain
persoalan tawuran antarpelajar yang dihadapi para pelajar, masalah penyimpangan
moral lainnya tidak mau lepas dari para generasi penerus ini. Dapat kita sebut
misalnya, penggunaan narkoba di kalangan pelajar, prostitusi terselubung, bolos
sekolah, pornografi, bergaya hidup mewah, rendahnya daya saing, dan lain
sebagainya permasalahan yang mesti dituntaskan oleh pihak eksekutif umumnya dan
pihak penyelenggara pendidikan khususnya.
Namum, kita masih dapat bersyukur. Di tengah
krisis moral yang dihadapi oleh para pelajar penerus bangsa, pemerintah masih memikirkan
bagaimana upaya untuk menghentikan perilaku yang menyimpang tesebut. Walaupun
masih perlu waktu panjang dan terus dilakukan perjuangan untuk memberantas
perilaku penyimpangan tersebut. Keseriusan tersebut dibuktikan dengan menerbitkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam
UU tersebut pada Bab II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa:
a.
Pasal 2: Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b.
Pasal 3: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pada pasal 3 tersebut di atas telah
tersurat bahwa pendidikan di negara kita memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Artinya negara
melalui sistem pendidikan nasional menghendaki warga negaranya memiliki
karakter yang kuat, karakter yang berciri khas bangsa dan Negara Indonesia.
Upaya penanaman karakter bangsa yang kuat dilakukan tidak sepenggal-sepenggal.
Artinya penanaman karakter bangsa melalui system pendidikan nasional dilakukan
mulai dari tingkat yang paling mendasar, yaitu pendidikan anak usia dini
(PAUD). Penanaman karakter dalam bentuk peningkatan kecerdasan spiritual,
emosional dan sosial menjadi sesuatu yang amat penting bagi anak usia dini.
Menurut Prof. Arif Rahman Hakim sebagaimana yang ditulis oleh Hasan (2012:88) bahwa
pendidikan karakter berguna sebagai benteng bagi diri seorang anak terutama
dalam menghadapi era globalisasi.
Menyadari tanggung jawab yang
diamanahkan oleh negara melalui UU Sisdiknas tersebut, Departemen Pendidikan
Nasional (Sujiono, 2009:50-51) berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 051/O/2001 membentuk Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Direktorat ini dibentuk sebagai upaya pemerintah untuk memajukan dan
meratakan dan meratakan penyebaran PAUD agar lebih terkonsentrasi. Tindakan ini
dilakukan pemerintah karena PAUD jalur formal yang dilakukan oleh taman
kanak-kanak (TK) dan raudhatul athfal (RA) hanya memberikan layanan pendidikan
yang sangat terbatas kepada anak usia dini yang berusia 4 sampai dengan 6
tahun. Keterbatasan tersebut disebabkan karena terbatasnya jumlah lembaga taman
kanak-kanak (TK) maupun raudhatul athfal (RA), keterbatasan pada lokasi yang
mudah dijangkau oleh masyarakat, serta terbatasnya kemampuan ekonomi masyarakat
untuk menikmati layanan pendidikan di lembaga tersebut.
Menurut Haliman (2012:2) Direktorat
PAUD yang baru dibentuk tersebut akan memberikan layanan pendidikan anak usia
dini khusus pada jalur pendidikan non formal. Layanan pendidikan anak usia dini
jalaur ini akan bersinergi dengan layanan pendidikan anak usia dini yang sudah
terdapat di lingkungan sekitar. Misalnya dengan bina keluarga balita (BKB),
taman kanak-kanak (TK) atau layanan pendidikan anak usia dini yang diberikan
melalui pos pelayanan terpadu (Posyandu). Dalam realitanya Direktorat PAUD
tersebut mampu memberikan layanan pendidikan anak usia dini sampai ke pelosok
negeri dengan segala tingkatan ekonomi masyarakat serta dapat dimulai pada anak
usia 3 bulan. Dengan demikian, pendidikan karakter sebagaimana yang tersurat di
dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dapat diberikan lebih awal kepada anak
bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar